Dalam banyak kasus
mikrofosil, khususnya fosil foraminifera, adalah kelompok organisme yang membawa
kedua informasi mengenai umur relatif dan lingkungan pengendapan di suatu
daerah. Entitas mikrofosil sendiri, baik foraminifera planktonik dan bentonik
tidak dapat diperoleh begitu saja dari batuan, ada proses untuk mengurainya
dari batuan sedimen. Dalam Mikropaleontologi proses ini dikenal dengan sebutan
Preparasi Mikrofosil. Terdapat beragam tahapan dan metode yang berbeda-beda
dalam preparasi, dikembangkan oleh banyak ahli dengan tingkat kebersihan dan tujuan
yang bervariasi.
Sukandarrumidi dalam
buku Paleontologi Aplikasi-Penuntun
Praktis untuk Geologist Muda (Gadjah Mada University Press, 2008) memberikan
penjelasan komprehensif mengenai berbagai metode, tahapan dan perlakuan yang
tepat untuk mengekstrak entitas mikrofosil dari batuan sedimen. Beliau juga
menyertakan do and donts dalam proses
preparasi berdasarkan pengalaman personalnya. Berikut adalah tulisan yang
disadur dari buku tersebut.
TATACARA
TREATMENT SAMPEL
Pengelolaan sampel untuk
mendapatkan fosil merupakan tahap akhir dalam proses pemisahan fosil dari batuan. Seorang
paleontologist dituntut untuk dapat membedakan jenis batuan yang banyak mengandung fosil, sedikit mengandung
fosil dan tidak mengandung fosil (barren
fosil), khususnya untuk keberadaan fosil mikro. Untuk fosil makro, karena
ukurannya relatif besar dapat langsung dilihat di lapangan. Perlakuan untuk mendapatkan
fosil makro, agak berbeda dengan fosil mikro. Pada saat akan bekerja di
lapangan jangan lupa mempersiapkan
peralatan lapangan, seperti palu
geologi, pahat kecil, kuas, kantong sampel tahan air, larutan HCl 0,1 N, buku catatan lapangan,
pensil, spidol waterprof, pisau lipat
dan alat GPS. Demi keselamatan pada saat di lapangan, hendaknya melengkapi
diri dengan pakaian
lapangan, sepatu lapangan dan topi lapangan, sarung tangan dan membawa
obat-obatan P3K. Jangan
lupa juga peta topografi/peta geologi untuk ploting lapangan serta kompas geologi.
A. PERLAKUAN PADA FOSIL MAKRO
Persiapkan palu geologi, pahat
kecil, kuas, dan kantong sampel yang tahan air, dan larutan HCl 0,1 N, buku
catatan lapangan, pensil dan alat GPS. Palu geologi diperlukan jenis palu
batuan sedimen (dengan salah satu ujungnya berbentuk pahat), bersama dengan
pahat dipergunakan untuk melepas fosil dari batuan. Bekerjalah dengan
hati-hati, karena pada umumnya fosil yang didapatkan dalam kondisi relatif
lapuk dan mudah pecah. Sesudah fosil terlepas dari batuan, keringkan fosil yang
masih dalam keadaan kotor dengan cara dijemur di panas matahari, dan
ditempatkan pada para-para yang berlubang-lubang. Apabila fosil sudah dalam
keadaan kering, bersihkan “tubuh fosil” dengan kuas yang telah dipersiapkan.
Perlakukan fosil dengan baik, bersihkan semua “kotoran” yang menempel.
Catatan:
Jangan membersihkan fosil dengan
larutan asam keras (HCl 0,1 N). Larutan asam ini akan bereaksi dengan kalsium
karbonat yang merupakan komposisi utama fosil. Penggunaan asam keras akan menyebabkan permukaan fosil terkorosi, hiasan (ornamen) pada fosil
dapat larut dan hilang. Larutan HCl, ditempatkan pada botol khusus, yang berlabel
HCl, yang mudah dibawa, tutup botol mudah dibuka dan ditutup rapat. Bila kulit
tangan terkena larutan HCl, segera cuci dengan air. Bungkus HCl dengan bungkus
plastik dan tempatkan di tas lapangan. Jangan pernah menyimpan larutan HCl dalam saku celana atau
baju, karena dapat menyebabkan rusaknya kain pakaian bila terkena larutan HCl yang “bocor” dari tutup botol. Larutan
HCl dapat dibeli di apotek dengan kadar 1 Normal (1N), yang mudah menguap dan
sangat reaktif. Untuk keperluan tugas lapangan larutan HCl, 1 Normal tersebut
diencerkan dengan air distilasi (aquadestilata atau dapat juga memperguanakan
air minum kemasan dalam botol).
B. MENGENCERKAN LARUTAN HCl
MENJADI 0,1 N
Larutan HCl yang disediakan oleh
toko bahan kimia/ apotek umumnya sangat kental dengan tingkat kepekatan 1(satu)
Normal, biasa ditulis 1 N. Larutan asam ini mudah sekali menguap dan berbahaya
bila terhirup oleh manusia. Disamping itu larutan HCl 1 (satu) N juga sangat
reaktif, bila terkena kulit mengakibatkan kulit mengelupas dan bila terkena
kain, kain akan terbakar dan berlubang. Oleh sebab itu larutan HCl yang dibawa
ke lapangan tingkat kepekatannya harus diturunkan dengan cara diencerkan.
Larutan HCL atau asam klorida (Sukandarrumidi, 2008) |
Rumusan untuk mengencerkan
adalah: V1xN1 = V2xN2. Apabila diinginkan N2=0,1 N, sedang larutan HCl yang
dipunyai semula kadarnya 1 Normal, maka
persamaan dapat dituliskan sebagai berikut:
V1 = 10 cc, N1 = 1 N, sedang
kadar HCl yang diinginkan adalah 0,1 N, maka:
Artinya, pada larutan HCl, 0,1
Normal, ditambahkan padanya sebanyak
sebanyak 90 cc air sehingga
secara keseluruhan menjadi 100 cc air. Disarankan pada saat mengencerkan dengan memanfaatkan
gelas ukur (yang ada skalanya).
Apabila tahapan pembersihan fosil
tersebut telah selesai dilakukan, tempatkan fosil dalam kantong yang sudah
disediakan, dan cantumkan keterangan fosil yang meliputi:
a. Lokasi (nama geografi, kedudukan
lokasi, ketinggian tempat-tentukan dengan GPS, nama Formasi batuan).
b. Tanggal, bulan, dan tahun
perolehan fosil
c. Nama fosil (dalam kedudukan
taksonomi)
d. Nomor koleksi fosil (dengan kode
dan nomor)
Agar informasi yang berkaitan
dengan fosil tersebut tidak hilang, tulisan ditempatkan pada permukaan kantong,
dituliskan dengan spidol waterprof,
satu lembar tulisan pada kertas dengan urutan seperti tersebut tersebut di
atas, dituliskan dengan spidol waterproof
dan dimasukkan pada kantong plastik, usahakan kertas tidak basah terkena air
dan tempatkan dalam kantong yang sudah diisi fosil. Apabila kantong contoh
terbuat dari kain, tuliskan keterangan seperlunya pada kain tersebut. Apabila
dimungkinkan dalam satu kantong dipergunakan untuk menyimpan satu jenis fosil
yang sama. Dalam hal fosil yang tidak dapat disimpan dalam kantong (karena
terlalu besar, misalnya fosil gading gajah), informasi tentang fosil dapat dituliskan
pada permukaan fosil. Fosil dibuatkan kotak khusus terbuat dari kayu. Apabila
mungkin tuliskan nomor koleksi pada fosil deskripsi singkat mengenai fosil
tersebut sedang keterangan yang lain dapat dituliskan pada log book fosil. Penulisan hal-hal tersebut di atas, segera
dilakukan, jangan sekali-kali menunda pekerjaan, satu dan lain hal karena
ingatan anda tentang informasi yang berkaitan dengan fosil tersebut masih baik.
Timbul pertanyaan: bagaimana bila kantong contoh mempergunakan kantong plastik.
Untuk itu pilih kantong plastik yang tebal, transparan. Pergunakan kantong
plastik dobel, masukan kertas catatan diantara lembaran plastik. Perlu diingat:
sampel yang disimpan tanpa nomor dan informasi pelengkapnya tidak mempunyai
nilai geologi.
C. PERLAKUAN
PADA FOSIL MIKRO
Petunjuk berikut,
direkomendasikan untuk jenis Foraminifera. Fosil mikro tidak tampak jelas
keberadaannya dalam batuan. Untuk itu bagi geologist pemula sebagai pengenalan
awal, pilih batuan sedimen yang bersifat calcareous,
berbutir halus, misal lempung, napal. Pada jenis batuan ini fosil yang
didapatkan pada umumnya dalam keadaan baik, namun dalam keadaan tertentu dapat
juga dipilih batupasir berbutir halus. Pada jenis batuan yang demikian, fosil
pada umumnya tampak kusam, namun belum rusak. Jangan sekali-kali mengmbil
sampel batuan jenis batupasir berbutir kasar, konglomerate, breksi, karena
untuk mendapatkan fosil yang baik tidak dapat diharapkan. Pada batuan
pyroklastik berbutir halus, misal tuff, seringkali didapatkan fosil mikro dalam
jumlah yang sangat sedikit. Sifat asam batuan akan memungkinkan bersama dengan
air tanah, melarutkan fosil yang mempunyai komposisi calcareous. Peralatan yang
dipersiapkan pada prinsipnya sama seperti peralatan yang digunakan untuk tugas
di lapangan, ditambah dengan hand loupe/hand
lens. Demi keamanan kalungkan hand
loupe pada leher dan masukkan kedalam saku pada saat tidak digunakan.
Jangan sekali-kali menyimpan hand loupe
dalam saku tanpa tali pengaman, dikhawatirkan dapat lupa diambil kembali pada
saat anda sibuk mengambil contoh batuan atau berdiskusi.
beragam jenis lup untuk tugas lapangan (Sukandarrumidi, 2008) |
Sebagai langkah awal, teteskan
HCl pada batuan yang akan diambil contohnya, apabila bersifat calcareous lakukan tahap berikutnya.
Bersihkan permukaan batuan yang akan diambil sebagai sampel, dari kontaminan
organik ataupun tanah lapukannya. Ambil contoh batuan yang kering, paling
sedikit sebesar genggam tangan (hand
specimen) sebanyak 2 (dua) bongkah (satu bongkah untuk diproses lebih
lanjut, sedang bongkah yang lain disimpan untuk koleksi laboratorium). Sampel yang
diperoleh masukkan dalam kantong yang sudah disediakan, dan tuliskan keterangan
sebagai berikut:
a. Lokasi (nama geografi, kedudukan
lokasi, ketinggian tempat-tentukan dengan GPS, nama Formasi batuan).
b. Tanggal, bulan, dan tahun
perolehan fosil
c. Nomor koleksi fosil (dengan kode
dan nomor)
d. Apabila sampel batuan diperoleh
dari hasil pemboran, misalnya inti pemboran (core), atau serpihan pemboran (cutting),
perlu dituliskan kedalaman sampel diperoleh.
Untuk mengekstrak fosil dari
batuan, lakukan dengan hati-hati. Kekeliruhan atau kecerobohan dalam
mengekstrak dapat menimbulkan kesulitan pada proses selanjutnya. Ikuti petunjuk
berikut:
1. Ambil contoh batuan secukupnya
(kurang lebih seberat satu gram), keringkan pada suhu kamar. Untuk
masing-masing sampel yang akan diekstrak fosilnya, disarankan mempunyai berat
yang sama. Hal ini perlu dipertimbangkan dalam usaha untuk mengetahui
“fertilitas” fosil dalam batuan.
2. Remas batuan dengan tangan,
jangan sekali-kali contoh batuan dihancurkan dengan cara dipukul-pukul dengan
benda keras (palu). Pemukulan dengan palu berisiko sebagian fosil mikro akan
rusak atau hancur.
3. Tempatkan sampel pada panci
yang bertutup dan terbuat dari logam
(usahakan panci yang dapat ditutup rapat). Dalam keadaan tertentu dibenarkan
mempergunakan panci yang terbuat dari plastik.
4. Rendam sampel tersebut dengan air
bersih selama 24 jam. Pada umumnya potongan batu akan melunak dalam waktu
perendaman 24 jam.
5. Lumatkan sampel tersebut dengan
tangan hingga
menjadi lumpur
6. Tambahkan air secukupnya, agar
lumpur menjadi lebih encer
7. Siapkan satu seri sieve yang tersusun dibagian bawah
dengan mesh yang paling halus. Ukuran sieve
umumnya dipakai istilah mesh. Sieve 250 mesh (0,061 mm=61 micron); 200 mesh (0,075 mm=75 micron); 150 mesh
(0,075 mm=75 micron); 100 mesh (0,150 mm=150 micron)
Catatan:
Dikenal berbagai merk sieve antara lain Tayloer (Ohio, USA),
Ogawa Seiki (Jepang), US Standard Sieve
Series (Humbold, Chicago, USA), American
Standard Testing Machine [(ASTM)(Amerika Serikat)], Retsch (Jerman), Bangun Karya [(BKT)(Indonesia)].
8. Siramkan air bersih, bersihkan
larutan batuan (selanjutnya disebut washed
residu), dengan tekanan lembut menggunakan jari-jari tangan atau diaduk-aduk
dengan kuas nomor 161. Kuas ini dapat diperoleh di toko bahan bangunan. Apabila
residu ditekan-tekan kuat dengan jari
tangan, kemungkinan fosil yang berdinding test arenaceous akan hancur.
9. Lakukan proses ini berkali-kali,
residu yang tertampung pada sieve 100 mesh hingga bersih dari lumpur, lakukan
hal yang serupa pada residu yang tertangkap pada sieve 150 mesh, demikian juga pada sieve 200 mesh atau 250 mesh.
10. Fosil-fosil yang tertampung pada
masing-masing sieve, dikeringkan
dengan sinar matahari (atau masukkan dalam oven dengan suhu 30oC
beberapa menit). Dengan perlakuan ini, residu cucian (washed residu), akan kering (bebas dari air).
11. Pindahkan masing-masing washed
residu ke dalam kantong/tabung plastik, berikan label keterangan tentang washed
residu tersebut termasuk ukuran mesh.
12. Fosil-fosil yang terdapat pada washed residu ini siap untuk dipisahkan
dari mineral, kemudian diidentifikasi dan dilakukan deskripsi penamaan sesuai
dengan tingkatan dalam taksonomi (nama spesies).
Sieve yang digunakan untuk memisahkan fosil sesuai dengan ukuran mesh (Sukandarrumidi, 2008) |
D. CARA
LAIN UNTUK MELUMATKAN SAMPEL
Apabila treatmen sampel dengan
cara konvensional (hanya memanfaatkan air) dianggap kurang menghasilkan fosil
yang berish dari sedimen, maka dapat
ditempuh dengan cara-cara berikut:
1. Memanfaatkan garam soda
Apabila contoh batuan diremas
dengan tangan ternyata tidak hancur, maka dianjurkan preparasi dengan soda method.
a. Tempat contoh batuan dalam panci
(non aluminium container) yang tahan
panas
b. Tuangkan ke dalam panci air
secukupnya, sehingga permukaan sampel terendam dalam air.
c. Tuangkan garam soda (Na2CO3
nH2O) sebanyak satu sendok makan
d. Tutup panci tersebut dan panaskan
hingga mendidih selama 1 hingga 3 jam
Dengan cara ini, sampel dapat
menjadi lunak dan dapat diproses lebih lanjut dengan metode air bersih (seperti yang
dijelaskan sebelumnya).
2. Crystallization
method
Proses yang lain dapat pula
dengan crystalization method
dengan tahapan sebagai berikut:
a. Tempat contoh pada panci
b. Panaskan untuk menghilangkan
kandungan airnya
c. Dalam keadaan panas, tuangkan
kristal garam glauber (Na2SO4 10 H2O) pada
permukaan sampel, selanjutnya tuangkan larutan garam yang sama ke dalam panci,
kemudian didihkan beberapa saat.
d. Sesaat kemudian larutan di dalam panci akan
mendidih
e. Setelah mendidih, tutup rapat-rapat panci tersebut
dan biarkan dingin.
Dengan cara ini sampel dapat
menjadi lunak dan dapat diproses lebih lanjut dengan metode air bersih.
3. Memanfaatkan hidrogen
peroksida
Proses yang lain dapat pula
dilakukan dengan menggunakan hidrogen
peroksida dengan tahapan sebagai berikut:
a. Tempatkan sampel dalam ukuran-ukuran kecil (dengan cara diremas
dengan tangan) dalam panci
b. Tambahkan 15% larutan hidrogen peroksida (H2O2)
kedalam panci dan tutup rapat
c. Larutan akan segera “tampak
mendidih”
d.
Larutan H2O2
bersama dengan bahan organic yang ada dalam sampel akan bereaksi menghasilkan
gas CO2. Oleh sebab itu, proses ini tepat untuk diterapkan apabila sampel
mengandung banyak organic matter.
e. Keluarnya gas ini yang dapat menghancurkan
sampel, yang siap diproses untuk mendapatkan washed residu.
4. Memanfaatkan gasoline (minyak tanah)
Proses yang lain adalah gasoline method dapat diterapkan pada
batuan jenis serpih yang cukup keras, dengan tahapan sebagai berikut:
a. Tempatkan sampel dalam panci,
panaskan hingga airnya habis menguap, kemudian dinginkan.
b. Tuangkan minyak tanah kedalam
panci, hingga bongkahan serpih tampak basah, diamkan sesaat, kurang lebih
selama setengah jam
c. Tiriskan sisa minyak berlebih dalam panci dengan cara dituangkan keluar
hingga sisa minyak habis
d. Tuangkan air secukupnya hingga
semua sampel terendam air
e. Minyak yang berada dalam
pori-pori serpih, akan didesak keluar oleh air. Daya desak ini mampu memecah
serpih hingga menjadi lunak
f. Hancuran serpih ini siap untuk diproses lebih lanjut
untuk mendapatkan
washed residu
g. Metode ini tidak disarankan
karena minyak tanah mudah terbakar.
E. MEMISAHKAN FOSIL DARI WASHED RESIDU
Beberapa cara pemisahan awal
fosil dari mineral pengotor yang terdapat dalam washed residu dapat dilakukan
dengan berbagai cara, antara lain:
1. Cara pertama: washed residu dipanaskan hingga kering,
dan segera ditempatkan pada tabung reaksi, kemudian tuangkan air bersih. Karena fosil foraminifera
umumnya berongga, maka fosil akan cenderung mengapung
dan mineral yang relatif berat akan mengendap. Segera tuangkan kumpulan fosil
pada sebuah tray yang sudah
disediakan dan keringkan, untuk selanjutnya siap untuk dideterminasi.
2. Cara kedua: metode manual, yaitu
dengan model teknik picking,
mempergunakan jarum dan tray dan
mikroskop. Cara ini dianjurkan apabila jumlah mineral atau fosil yang
didapatkan relatif sedikit. Apabila fosilnya yang sedikit, fosilnya yang
diambil, bila mineralnya yang sedikit, mineralnya yang diambil. Tujuannya untuk
mendapatkan kumpulan fosil yang “bersih” dari kontaminan. Cara pengambilannya
dilakukan dengan jarum preparat yang ujungnya dibasahi air.
3. Cara ketiga: washed residu
dimasukkan kedalam tabung reaksi, lalu tuangkan larutan CCl4 (Carbon tetraklorida, berat jenis 1,59). Fosil yang
bersifat calcareous akan mengapung, sementara mineral kuarsa, kalsit dan
mineral lainnya akan tenggelam. CCl4 mudah menguap dan bersifat agak
toksik. Uap tersebut apabila terhirup oleh manusia dapat mengganggu kesehatan.
Sebagai penggantinya dapat dipergunakan CCl2 (tetrachlorethene, atau
perchlorethylene, berat jenis 1,62) bersifat tidak toksik.
4. Cara keempat: dengan membuat
campuran 10 bagian bromoform (tribromomethane, CHBr3, berat jenis
2,89) dicampur dengan 4 bagian acetone (berat jenis 0,792 ) sehingga didapatkan
cairan dengan berat jenis 2,2, terbukti lebih baik, dan dapat memisahkan fosil
dengan mineral lain, dan hasil yang diperoleh relatif
lebih sempurna.
5. Cara kelima:
seperti yang dianjurkan Danish Geological Survey, dengan menggunakan campuran bromoform 65 bagian
dicampur dengan alcohol 35 bagian, dapat diperoleh larutan dengan berat jenis
2,0 yang mampu mengapungkan fosil Foraminifera dengan sempurna. Perlu dicatat
harga bromoform kurang lebih 10 kali lebih mahal dibandingkan harga dengan CCl4.
Semua model pemisahan awal
tersebut dapat dilakukan tergantung kesiapan laboratorium. Fosil yang sudah
dipisahkan untuk selanjutnya diproses dan dimanfaatkan lebih lanjut sesuai
dengan tujuan analisa mikropaleontologi. Untuk melakukan identifikasi
fosil digunakan mikroskop binokuler, sedangkan untuk mengambil foto fosil dalam
ukuran besar digunakan Scanning Electrone
Microscope (SEM).
Dua jenis mikroskop yang umum digunakan untuk mengamati mikrofosil. Mikroskop binokuler (kiri) dan Scanning Electrone Microscope/SEM (kiri) (Sukandarrumidi, 2008) |
Untuk penelitian Foraminifera
yang masih hidup (living Foraminifera) yang ditangkap di laut dengan plankton net atau diambil dari dasar
laut, dapat dilakukan treatmen sebagai berikut:
a. Pisahkan dan tempatkan test
Foraminifera dalam tabung reaksi yang berisi air laut bersih. Tambahkan
formalin untuk mengawetkan protoplasma dan teteskan larutan Rose Bengal (C2OH2O5T4Cl4Na2)
untuk staining (memberi warna).
Foraminifera yang hidup akan tampak berwarna jingga, sedang foraminifera akan tampak tidak
berwarna.
b. Staining dapat dilakukan juga dengan
memanfaatkan larutan Sudan Black B, yang berwarna biru
gelap.
F. TEKNIK DETERMINASI
Siapkan perlengkapan untuk
determinasi sebagai berikut:
1. Mikroskop binokuler
2. Tray yang berlubang-lubang kecil
dengan dasar hitam untuk tempat menaburkan fosil
3. Jarum preparat
4. Kuas bulu halus ukuran 0
5. Air bersih ditempatkan dalam
botol fosil
6. Lem untuk merekatkan specimen
fosil dalam slide
7. Slide untuk tempat fosil yang akan
dideskripsi (dikenal slide single hole,
slide double holes dan square slide)
Catatan:
Pada masing-masing slide terdiri atas slide holder yang terbuat
dari logam aluminium, cardboard slide
tempat dimana fosil terpilih (lectotype) yang akan dideskripsi ditempatkan, dan
glass cover yang berukuran 7,5 cm x 2,5 cm. Pada masing-masing lubang slide hanya ditempatkan beberapa spesimen
dari satu spesies saja, sehingga diperlukan banyak slide dengan sistem lubang tunggal. Nama fosil dapat dituliskan
pada kertas disamping lubang pada slide
yang bersangkutan. Untuk square slide
pada cardboard dengan warna dasar
hitam, dapat dibagi hingga menjadi 20 buah kotak untuk
tempat spesimen fosil holotype. Pada masing-masing kotak yang ukurannya sangat
kecil tersebut dituliskan nomor urut dari angka 1 hingga 20. Pada slide jenis
ini masing-masing spesimen harus dilekatkan pada cardboard dengan lem agar tidak terlepas. Nama fosil dicatat
dituliskan pada kertas yang terpisah:
1. Fosil lectotype: dideskripsi sampai pada tingkatan spesies apabila mungkin
sampai tingkatan subspesies. Nama fosil dapat ditulis pada
cardboard beserta informasi lainnya.
2. Penamaan fosil pada tingkatan
taksonomi, perlu didampingi figure type yang
dapat diperoleh dari buku referensi. Oleh sebab itu, sebelum memberi
nama fosil, siapkan figure type
selengkapnya terlebih dahulu.
3. Hitung masing-masing spesies yang
dijumpai pada setiap sampel, kemudian catat jumlahnya.
4. Buat distribution chart fosil, diurutkan dari nama fosil kemunculan
awal.
5. Berdasarkan distribution chart yang telah disusun, buatlah distribution
chart dengan kode tertentu agar lebih mudah dilihat.
Distribution chart ini dapat dimanfaatkan untuk melakukan interpretasi paleontologi sesuai dengan tujuan penelitian.
Catatan:
Selama melakukan determinasi
hingga pembuatan distribution chart
bekerjalah secara sistematis setiap hari, jangan melakukan jeda pengamatan dalam beberapa hari. Untuk determinator
disyaratkan memiliki daya ingat tinggi. Distribution
chart yang disusun dengan angka kemudian diubah dengan kode (baik dengan
kode huruf atau kode garis), sehingga mudah dilihat dan mudah untuk melakukan
interpretasi.
Demikian uraian mengenai
Teknik Preparasi Mikrofosil yang
dijabarkan dengan naratif dan
terstruktur dalam buku Paleontologi
Aplikasi-Penuntun Praktis untuk Geologist Muda oleh Sukandarrumidi. Tulisan
selanjutnya membahas topik tentang Intepretasi
Lingkungan Pengendapan yang masih disadur dari buku yang sama. Untuk memperoleh informasi
lebih luas tentang Mikropaleontologi dan konsep dasarnya, silahkan membeli buku Paleontologi Aplikasi oleh Sukandarrumidi yang diterbitkan oleh Gadjah Mada
University Press, atau dapat
meminjamnya di perpustakaan perguruan tinggi/sekolah terdekat.
Referensi:
Sukandarrumidi. 2008.
Paleontologi Aplikasi-Penuntun Praktis
untuk Geologist Muda. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
0 Comments