Wilayah Indonesia merupakan gugusan pulau yang terbentuk baik akibat
proses tektonik maupun gunungapi yang terus berlangsung sejak jutaan tahun yang
lalu. Implikasi dari fakta ini adalah Indonesia memiliki berbagai potensi
kebencanaa yang terus mengintai masyarakatnya, letusan gunungapi hanyalah satu di
antaranya. Pemerintah beserta para pakar kebencanaan dari tahun ke tahun
mengembangkan langkah-langkah mitigasi bencana gunungapi yang terus
diperbaharui sesuai dengan teknologi dan kebutuhan. Skenario penanggulangan
bencana gunungapi juga dimutakhirkan dengan berbagai sistem, salah satunya
seperti managemen bencana Gunung Merapi yang diperkenalkan ke masyarakat
Yogyakarta dan sekitarnya. Managemen ini dinilai sebagai suatu mitigasi yang holistik
dan berkelanjutan.
Djauhari Noor dalam buku Geologi
untuk Perencanaan (Graha Ilmu, 2011) dalam sub-bab 7.3: Bahaya Erupsi Gunungapi,
memberikan definisi secara menyeluruh mengenai konsep stratigrafi, serta
definisi-definisi turunannya dalam geologi. Berikut adalah tulisan yang disadur
dari buku tersebut.
Bahaya erupsi gunungapi
Potensi bencana gunungapi adalah
bahaya yang ditimbulkan oleh letusan atau gunungapi, berupa benda padat, cair
dan gas serta
campuran
diantaranya, yang mengancam atau cenderung merusak, dan menimbulkan korban
jiwa, kerugian harta benda dalam tatanan (lingkungan) kehidupan manusia.
A. Dampak
letusan gunungapi terhadap lingkungan
Letusan gunungapi
terhadap lingkungan dapat berupa dampak yang bersifat negatif dan positif.
Dampak negatif dari letusan suatu gunungapi dapat berupa bahaya yang langsung
dapat dirasakan oleh manusia, seperti awan panas, jatuhan piroklastik, gas beracun yang keluar dari gunungapi dan lain sebagainya. Bahaya lainnya
merupakan bahaya tidak langsung setelah erupsi berakhir, seperti lahar hujan,
kerusakan lahan pertanian, dan berbagai macam penyakit akibat pencemaran.
Adapun dampak positif dari aktivitas suatu gunungapi terhadap lingkungan adalah
bahan galian mineral industri, energi panas bumi bumi, sumber daya lahan yang
subur, areal wisata alam, sebagai sumber daya air.
1. dampak negatif
a. Bahaya langsung, terjadi pada
saat letusan (lava, awan panas, jatuhan piroklastik/bom, lahar letusan dan gas
beracun)
b. Bahaya tidak langsung, terjadi
setelah letusan (lahar hujan, kelaparan akibat rusaknya lahan
pertanian/perkebunan/perikanan), kepanikan, pencemaran udara/air oleh gas
beracun: Gigi kuning/ keropos, endemi gondok, kecebolan dan sebagainya
2.
Dampak Positif
a. Bahan-bahan galian, seperti batu dan pasir bahan
bangunan, peralatan rumah tangga, patung, dan lain-lain
b. Mineral:
Belerang, gipsum, zeolit, emas, dll
c. Energi
panas bumi: listrik, pemanas ruangan, agribisnis
d. Mata air
panas: Pengobatan/ terapi kesehatan
e. Daerah
wisata: Keindahan alam
f. Lahan
yang subur: Pertanian dan perkebunan
g. Sumberdaya
air: Air minum, pertanian/ peternakan dan lain-lain.
B. Bahaya gunungapi
1. Awan panas
a. Awan
panas memiliki kecepatan luncur sekitar
60-145 Km/jam, memiliki temperatur sekitar 200oC
- 800oC. Jarak luncuran nue ardente dapat mencapai 10 Km atau lebih
dari pusat erupsi, sehingga dapat menghancurkan bangunan hingga menumbangkan
pohon-pohon besar (pohon-pohon dapat tercabut sampai akarnya, atau terpotong pangkalnya)
b. Awan panas
jenis block and ash flow arah penyebarannya mengikuti bentuk lembah-lembah gunung, sedangkan awan panas jenis surge menyebar secara luas dapat menutupi morfologi yang ada di
lereng gunungapi, sehingga dampak kerusakannya
terhadap lingkungan dan bangunan lebih luas
Awan panas (nue ardente, pyroclastic current atau wedhus gembel dalam bahasa Jawa) yang meluncur di lereng Gn. Merapi pada erupsi 2010 (anonimus) |
2. Guguran longsoran lava
Guguran atau
longsoran lava pijar pada erupsi efusif bersumber berasal
dari kubah lava atau aliran lava. Longsoran kubah lava yang volumenya dapat mencapai jutaan meter kubik
dapat menimbulkan bahaya yang besar. Guguran
kubah lava dapat membentuk luncuran awan panas,
contoh: Gn. Merapi- Jawa Tengah, Gn. Semeru-Jawa Timur. Jatuhan piroklastik
berupa lemparan bom (balistik) yang
disebabkan oleh erupsi eksplosif dapat merusak/ menghancurkan lingkungan dan
bangunan,
menimbulkan korban manusia, menimbulkan kebakaran (hutan atau bangunan).
Jarak
lemparan batu tergantung dari tenaga dan sifat erupsinya, misalnya seperti yang
terjadi di Gn. Agung (1963) kebakaran pemukiman penduduk dapat mencapai 7 km jauhnya dari pusat erupsi. Gn. Semeru (1962-1963) dampak kebakaran
hutan akibat erupsi mencapai 4
km dari
puncak. Sedangkan di Gn. Krakatau pada tahun 1883 teror akibat letusan dapat mencapai 10 km jauhnya di seberang
lautan. Hujan abu
dapat menyebabkan runtuhnya bangunan, langit gelap, jalan licin, gangguan penerbangan, rusaknya tanaman, gangguan kesehatan (mata dan pernapasan).
3. Lontaran batuan pijar
Pecahan
batuan gunungapi, berupa bom atau bongkah gunungapi yang dilontarkan pada saat gunungapi meletus dapat
menyebar ke segala arah. Lontaran ini dapat menyebabkan kebakaran hutan,
bangunan dan kematian manusia, termasuk hewan. Cara terbaik untuk menyelamatkan
diri dari bahaya ini adalah dengan menjauhi daerah yang dilanda lontaran batu (pijar).
4. Hujan abu
Hujan abu
merupakan material jatuhan yang terdiri dari material lepas berukuran butir
lempung sampai pasir. Hujan abu dapat menyebabkan kerusakan hutan dan lahan
pertanian, serta dapat meningkatkan keasamaan air dan menyebabkan sakit mata serta saluran pernapasan. Pada saat
hujan abu, sangat disarankan untuk berlindung
di bawah bangunan yang kuat serta memakai kacamata (google) dan masker.
Atap bangunan yang tertutup abu harus segera dibersihkan agar tidak runtuh
akibat beban berlebih.
5. Aliran lava
Aliran lava
memiliki suhu yang sangat tinggi (700oC-1200oC). Lava
mengalir dalam volume besar dan bermasa tinggi dari sumber letusannya. Hal-hal
tersebut yang membuat aliran lava mempunyai daya rusak yang besar dan dapat
menghancurkan dan membakar apapun yang dilaluinya.
(kiri) pemandangan Candi Borobudur dan vegetasi di sekitarnya yang menjadi layu akibat debu Gn. Merapi, (kanan) lava pijar yang mengalir di sisi Gn. Anak Krakatau (anonimus) |
6. Lahar
Aliran lava
sangat lamban, antara 5-300 m/hari, kecepatan aliran lava tergantung dari
viskositas dan kemiringan lereng. Aliran lava dapat dihindari dengan cara menjauhi jalur alirannya yang
biasanya terkonsentrasi di lembah atau dataran rendah yang terapit. Sedangkan lahar dibedakan menjadi
dua jenis, yakni lahar
letusan dan lahar hujan. Lahar letusan disebut juga lahar primer, sedangkan
lahar hujan disebut juga lahar sekunder. Aliran aliran lahar mempunyai berat
jenis yang besar, sehingga dapat mengangkut berbagai macam material yang berada
dalam alirannya, sehingga aliran lahar ini mempunyai daya perusak yang sangat
besar dan sangat berbahaya terutama pada
daerah aliran yang cukup miring atau landai. Bangunan beton seperti jembatan
dapat dihancurkan dalam sekejap mata.
a. Lahar letusan: Lahar ini terbentuk akibat letusan
eksplosif pada gunungapi yang mempunyai danau kawah. Luas daerah yang dilanda
oleh lahar letusan gunungapi tergantung pada volume air di dalam kawah, dan luas dataran di sekitarnya.
Kedua faktor ini yang mempengaruhi luas penyebaran laharnya.
b. Lahar hujan: merupakan jenis lahar yang terbentuk akibat
hujan. Lahar hujan dapat terbentuk segera setelah gunungapi meletus atau
setelah gunungapi tersebut tidak beraktivitas lagi (erupsi). faktor yang
menentukan volume lahar hujan adalah jumlah air (curah hujan) yang turun di
atas daerah yang terdapat endapan
material gunungapi, serta volume material
erupsi yang berpotensi membentuk
lahar. Contohnya di Gn. Merapi, curah hujan setinggi 70 mm/jam selama tiga jam dapat memicu
terjadinya lahar. Gunungapi lain yang berpotensi lahar hujan sepanjang tahun di
Indonesia adalah Gn. Semeru, Gn. Agung, serta Gn. Galunggung.
(kiri) Lahar letusan akibat erupsi Gn. Kelud beberapa tahun lalu, (kanan) tanggul yang didirikan unutk mengurangi volume material yang dibawa oleh banjir lahar (anonimus) |
C.
Penanggulangan Bahaya Erupsi Gunungapi
Erupsi gunungapi
merupakan
proses alam dan sampai saat ini
belum dapat dicegah. Hal ini menyebabkan penekanan jumlah korban dan kerugian
harta benda hanya dapat dilakukan dalam bentuk penanggulangan bencana. Berikut
adalah beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam rangka penaggulangan bencana
geologi yang disebabkan oleh erupsi gunungapi, yaitu:
a. Melalui
pengamatan dan pemantauan terhadap gunungapi aktif secara berkelanjutan. Melalui kegiatan ini dapat
dipelajari karakteristik dan tingkat aktivitas semua gunungapi aktif yang ada,
sehingga usaha perkiraan erupsi dan bahaya gunungapi akan tepat dan cepat.
Penyampaian informasi dalam rangka pengamanan penduduk dari kawasan rawan
bencana dapat dilaksanakan tepat waktu, sehingga jatuhnya korban dapat
dihindari.
b. Melakukan
pemetaan kawasan rawan bencana gunungapi yang bertujuan ntuk
mengetahui dan menentukan kawasan rawan bencana gunungapi (I, II, III dalam gambar
7.7), perlu ditentukan lokasi-lokasi yang aman dari bahaya jika terjadi erupsi yang dapat dijadikan tempat
pengungsian, jalur evakuasi, puskesmas, dsb. Penentuan lokasi darurat ini
akan berguna pada saat erupsi gunung terjadi.
e.
mengosongkan kawasan rawan bencana, terutama pada daerah bahaya utama, dimana daerah tersebut
rawan terhadap bencana erupsi (lava, awan panas, lahar dan jatuhan piroklastika)
f. Melakukan
usaha preventif, yakni dengan cara membuat tanggul-tanggul penahan lahar dan
kecepatan aliran lahar,
serta mengurangi jumlah volume air pada gunungapi yang memiliki kawah guna
menekan kemungkinan terbentuknya aliran lahar.
Salah satu upaya dalam mitigasi bencana gunungapi adalah dengan membuat peta kerentanan terhadap bahaya gunungapi, seperti contoh Peta Rawan Bencana Gunung Merapi (anonimus) |
Demikian pengertian stratigrafi yang dijabarkan dengan lugas dan
terstruktur dalam buku Geologi untuk Perencanaan oleh Djauhari Noor. Untuk
memperoleh informasi lebih lanjut tentang potensi bencana geologi lainnya,
silahkan membeli buku Geologi untuk Perencanaan oleh Djauhari Noor yang
diterbitkan oleh Graha Ilmu, atau dapat meminjamnya di perpustakaan perguruan
tinggi/sekolah terdekat.
Referensi:
Noor, Djauhari. 2011. Geologi untuk Perencanaan. Graha Ilmu. Yogyakarta
1 Comments
Thank you for the article!
ReplyDelete