Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Arkeoseismologi: studi kegempaan masa lampau pada situs kuno



Arkeoseismologi adalah salah satu cabang ilmu geologi yang masih relatif baru, sehingga masih banyak perkembangan yang dapat dalam ilmu ini. Di Indonesia ilmu ini masih belum dilirik sebagai wahana untuk melihat geliat perkembangan kegempaan di masa lampau sebagai upaya mitigasi, sehingga perlu adanya pengenalan pada khalayak umum.

Istilah archeoseismology (arkeoseismologi) digunakan untuk menyatakan "penyelidikan terkait dengan efek gempa pada struktur bangunan kuno, yang ditemukan dengan cara penggalian arkeologis atau yang berkaitan dengan situs monumental purbakala" (Galadini et al., 2006). Menurut Stiros dan Jones (1996, p.1), arkeoseismologi "memiliki fokus pada peristiwa seismik tertentu yang terjadi pada waktu yang terbatas dan relatif di masa sekarang (resen, beberapa ribu tahun terakhir), yang mempengaruhi lokasi yang terbatas: konstruksi bangunan dan lingkungan sekitarnya, hal tersebut kemudian dapat dipelajari secara rinci melalui jejak-jejak arkeologis yang ditinggalkan". Istilah lain yang kurang umum digunakan namun masih relevan adalah “arkeologi seismik”, yang menurut Guidoboni (1996) didefinisikan sebagai "memahami dampak dari aktivitas seismik pada bangunan bersejarah, kota-kota kuno atau situs purbakala dengan menggunakan metode-metode arkeologis”.

gambar 1. Pondasi candi Kedulan, Kalasan, Yogyakarta yang bergelombang disebabkan oleh kegiatan gempa masa lampau (dokumen pribadi, 2017)

Arkeoseismologi merupakan ilmu yang mulai populer pada awal abad dua puluh satu (Galadini et al., 2006).Hingga saat ini, beberapa studi arkeoseismik telah dilakukan oleh negara-negara barat, seperti efek dari gempa bumi di kota-kota kuno di Amerika Tengah dan Selatan yang dibahas secara singkat oleh Kovach (2004). Belum lama ini, Nur dan Burgess (2008) menerbitkan sebuah buku tentang arkeoseismologi nonsaintifik.

Tingkat kerusakan akibat arkeoseismik dikelompokkan dalam empat kategori umum:
a.   struktur bangunan kuno mengalami perubahan bentuk dan atau posisi akibat pergerakan muka bumi, atau dipengaruhi oleh perubahan geodesi yang berlangsung cepat.
b.    terjadi keruntuhan pada tubuh bangunan, dinding dan tiang akibat akselerasi getaran tanah yang tinggi selama guncangan seismik terjadi.
c.     situs terkena dampak kerusakan oleh dampak lanjutan akibat gempa seperti longsor atau tsunami.
d.     keterdapatan bukti adanya respon manusia terhadap kerusakan yang ditimbulkan gempa. 

gambar 2. Kompleks candi perwara pada situs candi Plaosan utara, Klaten, Jawa Tengah. Pondasi candi menunjukkan terjdinya penurunan yang diduga sebagai tanda kehadiran likuifaksi (dokumen pribadi, 2017)

Post a Comment

0 Comments