Syarat
terbentuknya
Lapisan sedimen yang berumur muda (kala holosen, terbentuk
paling kurang dalam 10.000 tahun terakhir) paling rentan terhadap likuifaksi. Lanau hingga kerikil halus yang bersortasi
baik, memiliki ketebalan
hingga beberapa meter, dan jenuh air.
Lapisan
sedimen dengan karakter tersebut sering dijumpai di sepanjang aliran sungai, pantai, bukit pasir, dan pada
daerah dimana angin mengendapkan dan mengakumulasi material halus dan lepas. Beberapa contoh likuifaksi lainnya
seperti pasir hisap, lempung/lumpur hisap, arus turbidit serta likuifaksi yang
disebabkan oleh gempa bumi.
Faktor-faktor utama yang mengontrol terjadinya likuifaksi dan selanjutnya membentuk struktur sill
dan dike menurut Obermeier et al. (2005, pp. 226-228)
adalah sebagai berikut:
a) ukuran butir dari lapisan sedimen yang
rentan,
b)
kepadatan
relatif (tingkat kekompakan),
c)
kedalaman
dan ketebalan lapisan sedimen yang
rentan dan lapisan
berikutnya,
d)
umur dari lapisan sedimen,
e)
karakteristik
dari setiap
lapisan sedimen penutup di atasnya,
f)
topografi
dan sifat getaran
seismik,
g)
kedalaman
muka air
tanah, dan
h) sejarah gempa.
Beberapa faktor sekunder juga dinilai turut mempengaruhi kerentanan likuifaksi seperti bentuk butir, kemas, kuat-lemah ikatan antar butir dalam sedimen, dan kondisi tegangan
horisontal statis (static horizontal
stress). faktor-faktor sekunder
tersebut dirangkum dalam artikel yang
ditulis oleh Mitchell (1976,
p. 244) dan Benih (1979b).
karakter
Pseudonodules
dan struktur
sedimen skala kecil lainnya
yang disebabkan oleh deformasi plastik atau aliran dari material sangat halus yang baru terendapkan dan belum
terkonsolidasi (sering disebut
sebagai struktur syndepositional atau deformasi sedimen halus). Penelitian
geologi selama ini menyatakan bahwa getaran akibat gempa berhubungan erat
dengan pembentukan likuifaksi dan struktur pasir konvolut. Namun, sedimentasi
yang sangat lemah juga dapat terbentuk ulang akibat proses-proses geologi
lainnya seperti loading selama proses
sedimentasi yang cepat, kondisi air tanah artesis yang terlokalisir, slumping, dan struktur yang terbentuk
akibat gempuran gelombang yang besar. Sebagai tambahan deformasi pada sedimen
halus berukuran kecil juga dapat sering terjadi akibat getaran seismik yang
rendah, dimana getaran tersebut tidak memiliki dampak kerusakan yang berarti
secara keteknikan.
Tekanan
yang dihasilkan selama gempa bumi berkekuatan besar dapat mendorong pasir yang meluluh/mencair dan air tanah yang berada beberapa meter di
bawah tanah menuju ke
permukaan. Fenomena ini sering disebut sebagai sand boils, sand blows atau sand
volcanoes (karena
kemunculannya seperti membentuk kawah gunung api kecil) pada permukaan tanah. Fenomena ini terbentuk
akibat kombinasi dari proses mengalirnya
pasir yang telah meluluh dari lapisan di
bawah permukaan dan efek pasir
hisap dimana aliran air ke atas memulai proses peluluhan pada lapisan
berpasir yang belum terlikuifaksi akibat daya apung.
Pengamatan terhadap
likuifaksi juga dapat dilakukan melalui evaluasi pada kerusakan struktur
bangunan yang mengalami likuifaksi yang dipicu oleh gempa bumi. Faktor-faktor
pendukung bukti kehadiran likuifaksi yang lain seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya juga perlu dipertimbangkan dalam penerapan teori ini. Ishihara dan
Yosimine dalam Hartantyo (2006:12) mengemukakan prosedur berikut dalam menilai
tingkat likuifaksi berdasarkan penurunan dan tingkat kerusakan yang diterima
struktur bangunan.
Hubungan antara penurunan permukaan tanah dan derajat kerusakan bangunan (Ishihara dan Yosimine, 1992) |
0 Comments