Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Buaya-Buaya Purba Berwujud Unik yang Mendiami Sahara di Masa Lampau

Buaya purba tidak hanya mampu berenang dengan baik, namun juga dapat berlari melintasi daratan kering. Wilayah Afrika bagian utara masa kini sebagian besar ditutupi oleh Gurun Sahara, gurun pasir terluas di dunia. Namun sekitar 100 juta tahun lalu, tidak pernah diduga, Gurun Sahara ternyata merupakan daerah rawa dengan berbagai jenis tanaman dan hewan. Rawa ini tidak hanya menjadi rumah bagi dinosaurus terkenal seperti Spinosaurus dengan punggung “berlayarnya”, tapi juga bagi buaya dengan bentuk-bentuk yang tidak lazim.

Diterjemahkan dari eartharchives.org (2014), di tahun 2009, sebuah ekspedisi penelitian hewan purba yang didanai oleh National Geographic menemukan fosil-fosil dari lima ekor reptil air dengan bentuk unik yang masih bersaudara dengan buaya masa kini. Oleh para ahli, makhluk-makhluk ini mendapat julukan: BoarCroc, RatCroc, DogCroc, dan PancakeCroc. Kelimanya membuktikan adanya kekayaan ragam makhluk hidup masa itu di wilayah yang saat ini adalah bagian dari Nigeria dan Maroko. 

Kaprosuchus yang dijuluki BoarCroc (buaya babi hutan) mempunyai tiga pasang gigi besar yang mirip dengan taring (caling) seekor babi hutan. Gigi-gigi ini begitu besar sehingga tulang rahangnya memiliki lubang, baik rahang atas dan bawah, agar gigi-gigi tersebut dapat menembusnya ketika reptil ini menutup mulutnya dengan sempurna. Lubang matanya berada di posisi yang lebih rendah dibandingkan dengan buaya modern, yang posisi matanya terletak di atas kepala dan berfungsi untuk melihat keadaan di permukaan air ketika menyelam. Kaprosuchus memiliki sepasang mata yang lebih mengarah ke depan, membuatnya memiliki penglihatan dengan ketajaman yang lebih baik. Kondisi indera penglihatan ini mengindikasikan bahwa Kaprosuchus merupakan hewan yang lebih teradaptasi di lingkungan darat, berburu mangsanya di sepanjang tepi rawa-rawa di masa itu. 

Kaprosuchus merupakan buaya purba yang beradaptasi untuk hidup di lingkungan darat, tepatnya di daerah pinggir sungai, danau, rawa atau area perairan darat lainnya. Gambar bagian bawah adalah perbandingan ukuran Kaprosuchus dengan manusia yang tingginya 1,8 meter. Rekonstruksi didasarkan hanya pada penemuan fosil tengkorak dan rahang Kaprosuchus. Bagian tubuh lainnya direkonstruksi dari jenis buaya darat lainnya yang diketahui
Kaprosuchus merupakan buaya purba yang beradaptasi dengan lingkungan darat, tepatnya di area dekat perairan darat. Gambar bagian bawah adalah perbandingan ukuran Kaprosuchus dengan manusia yang tingginya 1,8 meter. Rekonstruksi tersebut didasarkan hanya pada penemuan fosil tengkorak dan rahang Kaprosuchus. Bagian tubuh lainnya direkonstruksi dari jenis buaya darat lainnya yang diketahui (wattpad.com dan prehistoric-wildlife.com)

Araripesuchus adalah buaya berukuran kecil dan cerdik. Beberapa spesies lain buaya kecil ini telah banyak ditemukan, mulai dari Amerika Selatan hingga Madagaskar, termasuk Afrika Utara. Semua jenis Araripesuchus dengan beragam bentuk ini menunjukkan bahwa hewan ini adalah makhluk oportunis yang cerdik, mampu beradaptasi dengan berbagai macam lingkungan. Sebagai contoh, Araripesuchus rattoides, memiliki sepasang gigi yang menonjol di rahang bawahnya. Gigi ini diduga berfungsi untuk menggali dan mencari makanan di dalam tanah, seperti umbi-umbian dan akar, karena hal inilah buaya ini dijuluki RatCroc (buaya tikus).

Contoh spesies lainnya adalah Araripesuchus wegeneri, para ahli menduganya memiliki kemampuan lari yang cepat dan memiliki gigi seperti mamalia serta moncong yang menyerupai seekor anjing, demikian ia dijuluki DogCroc (buaya anjing). Baik RatCroc dan DogCroc diasumsikan sebagai omnivora, mengkonsumsi tumbuh-tumbuhan dan hewan-hewan kecil. Lingkungan hidupnya sebagian besar di darat, meskipun keduanya diperkirakan dapat berenang melintasi sungai dan danau di habitatnya.

Araripesuchus wegeneri atau yang dikenal dengan The DogCroc dicirikan memiliki moncong seperti anjing dan dapat berlari dengan cepat. Walaupun demikian para ahli berpendapat jika buaya jenis ini merupakan omnivora
Araripesuchus wegeneri atau yang dikenal dengan The DogCroc dicirikan memiliki moncong seperti anjing dan dapat berlari dengan cepat. Walaupun demikian para ahli berpendapat jika buaya jenis ini merupakan omnivora. Gambar bagian bawah adalah perbandingan ukuran Araripesuchus dengan manusia yang tingginya 1,8 meter (species.wikimedia.org dan prehistoric-wildlife.com)

Laganosuchus yang memiliki panjang tubuh sekitar 7 meter dijuluki PancakeCroc (buaya kue dadar) karena moncongnya yang tipis dan lebar. Reptil ini memiliki banyak gigi-gigi kecil berbaris di sepanjang rahangnya, yang kemungkinan digunakannya untuk menjebak mangsanya. Ketika berburu, hewan ini akan berbaring tidak bergerak selama berjam-jam dalam air dengan mulut terbuka. Laganosuchus akan menanti seekor ikan melintas di hadapannya kemudian menerkam dengan mulutnya dalam sekejap mata, seperti versi reptil dari tanaman karnivora, Venus Flytrap.

Buaya kue dadar atau The PancakeCroc adalah julukan untuk Laganosuchus karena makhluk ini memiliki bentuk moncong yang tipis dan lebar yang berfungsi untuk menangkap ikan di dasar perairan
Buaya kue dadar atau The PancakeCroc adalah julukan untuk Laganosuchus karena makhluk ini memiliki bentuk moncong yang tipis dan lebar yang berfungsi untuk menangkap ikan di dasar perairan. Gambar bagian bawah adalah perbandingan ukuran Laganosuchus dengan manusia yang tingginya 1,8 meter (palaeopedia.tumblr.com dan prehistoric-wildlife.com)

Akhirnya, Anatosuchus, dengan moncong yang menyerupai paruh bebek sehingga dijuluki DuckCroc (buaya bebek). Buaya darat dengan panjang sekitar 1 meter ini memiliki wajah yang lebar dengan hidung yang mancung di ujungnya. Di sepanjang rahangnya terdapat saraf sensorik yang digunakan untuk mendeteksi magsa dalam air. Anatosuchus mungkin menggunakan moncongnya yang menonjol untuk menggali lumpur untuk bersembunyi. Para ahli menduga reptil ini sepenuhnya adalah hewan yang hidup di darat dan bergerak seperti mamalia, namun mengandalkan daerah pesisir sungai dan danau untuk mencari makan, sama seperti seekor bangau.

Buaya-buaya purba berbentuk aneh ini sebagian besar hidup dan memiliki tingkah laku yang berbeda dengan saudaranya buaya modern. Mereka lebih lincah, aktif dan sangat mungkin lebih cerdik dibandingkan dengan buaya masa kini, yang membutuhkan sedikit kekuatan otak untuk strategi perburuan yang lebih pasif. Namun, buaya dengan karakter seperti itu ternyata juga pernah menghuni “surga purba” ini, ada sedikit perbedaan, yakni reptil ini dapat tumbuh lebih besar dari buaya modern.

Sarchosuchus imperator adalah salah satu buaya terbesar yang pernah hidup dengan panjang tubuh sekitar 12 meter dan berat mencapai 8 ton, monster ini juga hidup di wilayah Sahara purba. Reptil ini adalah jenis buaya purba pertama yang ditemukan di daerah ini, fosilnya ditemukan bertahun-tahun sebelum buaya-buaya baru berbentuk unik di atas terungkap. Bila sepupu-sepupunya yang berukuran kecil berburu dengan cara berlarian di darat, Sarchosuchus memilih cara berburu yang sama dengan buaya modern. Hanya saja, bukan rusa ataupun antelop yang menjadi incarannya, melainkan dinosaurus.

Buaya dengan beragam bentuk yang “aneh” ini hidup bersama dengan strategi bertahan hidup yang berbeda-beda. Ada yang memakan tetumbuhan, ada pula yang mengincar ikan bahkan hewan yang lebih besar sebagai mangsa. Ada yang mengejar buruannya dengan berlari, bahkan di daratan yang kering, sementara yang lebih besar dan lamban memilih taktik perburuan dengan mengintai diam-diam. Bersama, fosil-fosil makhluk purba ini menunjukkan bagaimana buaya, aligator dan caiman modern kita hanyalah sebagian kecil dari seluruh keluarga buaya di masa lalu.

 

Diterjemahkan dari artikel berjudul Fossil Hunters Unearth Galloping, Dinosaur-Eating Crocodiles in Sahara dalam eartharchives.org

 

 

Post a Comment

1 Comments